Wednesday, September 23, 2015

al hadits

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Islam sebagai agama yang sempurna yang mengatur disegala aspek kehidupan seorang anak manusia. Selain Al-Qur'an. umat Islam juga memiliki tuntunan lain sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia ini. yaitu As-Sunnah (ucapan. perbuatan dan sikap) yang telah diteladani oleh Rasulullah SAW.
Berangkat dari penjelasan di atas. maka sangatlah penting bagi umat Islam untuk memahami dan mempelajari hadits (As-Sunnah) agar dapat menentukan mana hadits yang dapat menjadi landasan hukum dalam berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia.

1.2.Rumusan Masalah
1.      1 Apa pengertian ilmu hadits ?
2.      Apa saja yang menjadi pokok bahasan dalam ilmu hadits ?
3.      bagaiman pembagian ilmu hadits ?
4.      Istilah-istilah dasar dalam ilmu hadits ?

1.3.Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui apa pengertian ilmu hadits.
2.      Untuk dapat mengetahui apa saja yang menjadi pokok bahasan dalam ilmu hadits.
3.      Agar mengerti pembagian ilmu hadits.
4.      Agar dapat menguasai istilah-istilah dasar dalam ilmu hadits.










BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Al –Hadits
Menurut Ibn Manzhur, kata hadits berasal dari bahasa arab yaitu al-hadits, jamaknya al-ahadits, al-haditsan, dan al-hutdsan. Secara etimologis hadits mempunyai banyak arti, baik itu berupa kabar atau berita.[1] Sedangkan menurut M.M Azami mendefisinikan bahwa kata hadits ( Al-Hadits ) berarti komunikasi, kisah, percakapan, historis, dan religious.[2]
 Sedangkan Menurut para ulama, baik muhaditsin, fuqaha ataupun ulama ushul fiqih, mendefenisikan pengertian al-hadits secara berbeda – berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan terbatasnya dan luasnya objek tinjauan masing – masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan pada apa yang dipelajarinya / didalaminya selama itu
Ulama hadits mendefinisikan hadits adalah sebagai berikut :
“Kullu maa utsiro ‘aninna biyyi shollallahu ‘alaihi wa sallama min qaulin au fi’ lin au taqrii rin au shifatin  khalqiyyatin au khulqiyyatin”
 “segala sesuatu  yang diberitakan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa sabda, perbuatan,  taqrir, sifat – sifat maupun hal ikhwal Nabi. [Muhammad Ajaj Al-khatib. As-Sunnah Qabla At-Tadwin. Kairo:Maktabah Wahbah. 1975. Hal 19.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al Ahzab : 21)
Sunnah Rasulullah ditemukan dalam hadist, namun tidak semua hadist berisi Sunnah Nabi, ada juga hadist yang menceritakan tentang ucapan para sahabat yang bercerita seputar kejadian-kejadian disekitar Rasulullah. Setelah wafatnya Rasulullah, ditemukan banyak beredarnya hadist-hadist, termasuk hadist-hadist palsu ( maudhu), yaitu bukan merupakan ucapan dan tingkah laku Nabi, atau kejadian sebenarnya disekitar Nabi, tapi dikatakan berasal dari Rasululllah maka jelas itu merupakan bid’ah.
B.       Pokok Bahasasan  ilmu Hadits
1.      Hadits, khabar, Atsar, dan Hadits Qudsi
a.      Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi. baik berupa perkataan perbuatan, taqrir (persetujuan) atau sifat.
b.      Khabar semakna dengan hadits. sehingga memiliki definisi yang sama dengan hadits.
Pendapat lain menyatakan bahwa khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi dan juga kepada selam beiau. Dengan demikian. definisi khabar umum dan memiliki cakupan yang lebih luas daripada hadits.
c.       Atsar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada seorang sahabat atau tabi'in. terkadang atsar juga didefinisikan dengan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi. namun penyebutannya harus diberi taqyid (catatan) bahwa hal itu berasal dari beliau seperti ucapan.
d.      Hadits qudsi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nabi SAW. dari Allah SWT. Hadits qudsi disebut juga dengan hadits Rabani Ilahi.
Contohnya adalah: Nabi bersabda Bahwa Allah Berfirman:
Artinya: "Aku mnurut persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku dan Aku beersamanya ketika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinva, Aku mengingatnva dalam diri-Ku. Jika dia mengingat-Ku di kumpulan orang banyak, Aku mengingatnya di kumpulan orang banyak yang lebih baik dari mereka."
Kedudukan Hadits Qudsi adalah antara Al-Qur'an dan Hadits Nabawi (Perbedaan ketiganya dapat diketahui dari penisbat lafadz dan makna). Lafadz dan makna A1-Qur'an Al-Karim dinisbatkan kepada Allah SWT. Sedangkan hadits nabawi. lafadz dan maknanya dinisbatkan kepada nabi. Adapun hadits qudsi. hanya maknanya saja yang dinisbatkan kepada Allah Ta.ala. bukan lafadznya.[3]
oleh karena itulah. membaca hadits qudsi tidak terhitung sebagai ibadah. tidak dapat digunakan sebagai bacaan dalam shalat. tiada tantangan dari Allah kepada orang kafir untuk menandinginnya dan tidak dinukil secara mutawatir sebagimana Al-Qur'an. Sehingga Hadits qudsi ada yang berderajat shahih. dha'if bahkan maudlu (palsu).

2.      Sanad, Musnad, Musnid, Muhadits, Riwayat, Umul Mukminin Alhadits
a.       Sanad
Kata “Sanad” menurutt bahasa adalah “Sandaran” atau sesuatu yang kita jadikan sandaran. Dikatakan demikian karena hadis yang bersandar kepadanya. Menurut istilah terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-Badru bin Jama’ah dan al-Tiby mengatakan bahwa Sanad adalah : alikhbaru an toriqilmatani “ Berita tentang jalan matan”. Sementara menurut ulama lain menyebutkan : silsilaturrijalil musilatul matan “ silsilah orang orang yang meriwayatkan hadis yang menyampaikan kepada matan hadis”. Ada juga yang menyebutkan : silsilaturruwatil lazhina naqalul matna an mashodirihil awal “ silsilah para perawi yang menukkilkan hadis dari sumbernya yang pertama”.
Yang berkaitan dengan istilah sanad, terdapat kata kata seperti al- isnad, al-musnad, al-musnid kata kata ini secara terminologis mempunyai arti yang cukup luas, sebagaimana yang dikembangkan oleh para ulama. Kata al- Isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan kepada yang asal) dan mengangkat. Yang dimaksud disini adalah menyandarkan hadis kepada yang mengatakan (rafu’al-hadis ila qa’ilih atau al-hadis ila qa’ilih). Menurut at-Tiby, sebenarnya kata al-Isnad dan al-sanad digunakan oleh para ahli hadis dengan pengerian yang sama.
Kata al- musnad mempunyai beberapa arti. Biasa hadis yang periwayatan yang disandarkan atau diisnadkan oleh seseorang kepada periwayat tertentu. Seperti Ibsu Syihab al-Zuhri, Malik ibn Anas da Amran Binti Abd Al-Rahman. Biasa berati kumpulan hadis yang diriwayatkan dengan menyebutkan sanad sanadnya secara lengkap. Seperti Musnad al-Firdaus, Biasa berartisuatu kitab yang menghimpun suatu hadis dengan system penyusunan berdasarkan nama- nama sahabat para periwayat hadis, seperti kitab Musnad Imam Ahamd, biasa juga berarti bagi nama hadis yang ‘marfu’ dan  muttasil (Hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW dan sanadnya bersambung).
Menurut ulama hadis Ibnu Shalah (643 H) hadis sahih ialah : hadis yang bersambung sanadnya (sampai kepada nabi) diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan dhabith sampai akhir sanad, (didalam hadis itu) tidak terdapat kejanggalan (syudzudz) dan cacat (illat).
Dapat diuraikan unsur unsur hadis sahih menjadi :

a.     Sanad bersambung
b.    Periwayat bersifat adil
c.     Periwayat bersifat dhabith
d.    Dalam hadis itu tidak terdapat kejangalan (syudzudz)
e.     Dan dalam hadis itu tidak terdapat cacat (illat)

b.    Pengertian Musnad
Musnad merupakan salah satu jenis hadis yang tidak berhubungan dengan pembagian hadis menjadi diterima atau ditolak. Karena diantara hadis musnad ada yang diterima dengan sebagian hadis musnad ada yang ditolak.
Menurut bahasa Musnad merupakan isim maf’ul dari asnada yang berarti menyandarkan atau menasabkan kepadanya, sedangkan menurut istilah memiliki tiga macam arti yaitu :
a.     Setiap kitab yang didalamnya mengandung kumpulan apa yangdiriwayatkan oleh para sahabat, menurut ketentuan tertentu.
b.    Hadis marfu’ yang sanadnya bersambung.
c.     Jika yang dimaksudnya adalah sanad, berarti itu adlah mashdar mim.
Menurut Imam Al-Baiquni Rahimahullah Musnad adalah hadis yang bersambung sanadnya dari periwayatnya sampai ke Al- Musthafa dan tidak terputus. Dan beliau membagi hadis Musnad menjadi 2 syarat yaitu :
a.       Sanadnya bersambung
b.      Ujung sanadnya adalah Nabi Saw alis marfu’
Karena semua hadis yang terpuus sanadnya secara jelas seperti hadis Mu’allaq, Mursal, dan Mu’dhal, bukanlah hadis musnad karena sanadnya tidak bersambung. Demikian halnya hadis yang keterputusan sanadnya tersembunyi, seperti hadis mudallas dan mursal al-khafi, juga bukan musnad berdasarkan pendapat yang paling kuat di kalangan ulama karena sanadnya terputus. Sebagaimana hadis mauquf dan hadis maqthu’ bukanlah hadis musnad karena ujung sanad hadis mauquf adalah sahabat sementara ujung snad hadis maqthu’ adalah tabi’in atau yang berada di bawahnya. Kemudian musnad mempunya beberapa syarat lain selain dari apa yang telah dikatakan Rahimahullah di antaranya : Hadisnya tidak boleh mauquf, juga tidak boleh mursal, juga tidak boleh mu’dhal, dan dalam riwayatnya tidak boleh ada parawi mudallis.

c.    Musnid
Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadis dengan sanadnya, baik orang itu mengertiataupun tidak megerti dan hanya menyampaikan riwayat saja.

d.   Muhaddits
Muhaddits merupakan orang yang bergelut dalam ilmu hadis, baik dari sisi riwayat maupun dirayah, mengetahui banyak riwayat dan kondisi para perawinya. Dan Muhaddits disebut juga dengan orang yang mahir dengan hadis dan menghafal kurang lebih dari pada 100000 hadis.  
Muhaddits secara bahasa adalah orang yang meriwayatkan (rawi) hadis Rasulullah Saw (Mu’jam Al Wasith hal 160) Namun dalam ilmu musthalah al-hadis ditetapkan syarat, hingga seorang parawi disebut muhaddits.
Menurut sebagian Imam hadis, orang yang disebut dengan Ahli hadis (Muhaddits) adalah oarang yang pernah menulis hadis, membaca, mendengar, dan menghafalkan serta mengadakan rihlah (perjalanan) keberbagai tempat untuk mampu merumuskan beberapa aturan pokok (hadis) dan mengkomentar cabang dari kitab Musnad, illad, Tarikh yang kurang lebih mencapai 1000 buah karangan. Jika demikian syarat syarat ini terpenuhi maka tidak diingkari bahwa dirinya adalah ahli hadis. Tetapi jika ia sudah mengenakan jubah pada kepalanya, dan berkumpul dengan para penguasa pada masanya atau menghalalkan dirinya memakai perhiasan lu’lu (permata) dan marjan atau memakai pakian yang berlebihan (pakaian warna warni) dan hanya mempelajari hadis Al-Ikfi wa Al-Bautan. Maka ia telah merusak harga dirinya, bahkan ia tidak memahami apa yang dibicarakan kepadanya, baik dari Juz atau kitab asalnya. Ia tidak pantas menyandang gelar seorang Muhaddits bahkan ia bukan manusia, karena dengan kebodohannya ia telah memakan sesuatu yang haram. Jika ia menghalalkan maka ia telah keluar dari agama islam. Sehingga yang layak menyandang gelar ‘para muhaddits’ adalah generasi awal seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Nasa’i, Imam Ibn Majah, Imam Daruquthni, Imam Al-Hakim Naisaburi, Imam Ibn Hibban dan lain sebagainya.

e.    Riwayat
Riwayat adalah memindahkan hadis dari seorang kepada seorang yang lain dan orang yang memindahkan disebut Rawi. Sedangkan Rawi itu sendiri ialah Kata Rawi atau  ar- rawi berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadis (naqlil al- hadis).

f.     Ummul Mukminin Al Hadits
Ummul Mukminin adalah sebatas “tidak dapat dinikahi oleh lelaki” sesudah ia menikah dengan rasulullah” maka dari itu, semua istri- istri nabi di juluki ibu kaum Mukminin dan muslimin tapi bukan ibu kaum Mukminat dan muslimat

C.      Istilah-Istilah Dasar Dalam Ilmu Hadits
o   Al jarhu wa ta'dil: Pernyataan adanya cela dan cacat dan pernyataan adanya Al Adalah dan  hafalan yang bagus pada seorang rawi hadits.
o   At Ta'dil: Pernyataan adanya "al-Adalah- pada diri seorang rawi.
o   Al Jarhu: Celaan yang dialamatkan pada rawi hadits yang dapat mengganggu (atau bahkan menghilangkan) bobot predikat dan hafalan yang bagus dari dirinya.
o   Tsiqah : Kredibel, dimana pada diri seorang rawi ter-Kumpul sifat al-Adalah dan adh-Dhabt (hafalan yang bagus).
o   Rawi La Basa Bihi: Rawi yang masuk dalam kategori tsiqah.
o   Jayyid: Baik
o   Layin: Lemah
o   Majhul: Rawi yang tidak diriwayatkan darinya kecuali oleh seorang.
o   Mubham: Rawi yang tidak diketahui nama (identitas)nva.
o   Mudallis: Rawi yangi melakukan tadlis.
o   Rawi Mastur: Sama dengan Majhul al-Hal (Rawi yang tidak diketahui jati dirinya).
o   Perawi Matruk: Perawi yang dituduh berdusta. atau perawi yang banyak melakukan kekeliruan. sehingga periwayatanya bertentangan dengan periwayatan perawi yang tsiqah. Atau perawi yang sering meriwayatkan hadits-hadits yang tidak dikenal (Gharib) dari perawi yang terkenal
o   Rawi Mudhtharib: Rawi yang menyampaikan riwayat secara tidak akurat. di maim riwayat yang disam-paikannya kepada rawi-rawi di bawahnya berbeda antara yang satu dengan lainnya. yang menyebabkan tidak dapat ditarjih: riwayat siapa yang mahfuzh (terjaga).
o   Rawi Mukhtalith: Rawi yang akalnya terganggu. yang Menyebabkan hafalannya menjadi campur aduk dan ucapannya menjadi tidak teratur.
o   Rawi yang tidak dijadikan sebagai Hujjah : Rawi yang haditsnya diriwayatkan dan ditulis tapi haditsnya tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dalil clan hujjah.
o   Saqith: Tidak berharga karena terlalu lemah (paraluiya illat yang ada di dalainnya).
o   Tadh'if': Pernyataan bahwa hadits atau rawi bersangkutan Dha' if (lemah).
o   Tahqiq: Penelitian ilmiah secara seksama tentang suatu hadits. sehingga mencapai
o   kebenaran yang paling tepat.
o   Tahsin: Pernyataan bahwa hadits bersangkutan ada-lah hasan.
o   Ta 'liq: Komentar. atau penjelasan terhadap suatu potongan kalimat. derajat hadits dan sebagainya yang biasanya berbentuk catatan kaki.
o   Takhrij: Mengeluarkan suatu hadits dari sumber-Sumbernya.
o   Syahid: hadist yang para perawinya ikut serta meriwayatkanya bersama para rawi suatu hadits, dari segi lafadz dan makan atau makana saja dari sahabat yang berbeda.
o   Syawahid : hadits pendukung, jamak dari kata syahid, haditsya layak dalam kapasitas syawahid, artinya  dapat diterima apabila ada hadits lain yang memperkuatnya
o   Mutaba’ah : hadits yang para rawinya ikut serta meriwayatkannya bersama para rawi suatu hadits gharib dari segi lafadz dan makan atau makana saja dari sahabat yang sama.










BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik Kesimpulan yaitu. bahwa hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. baik ini berupa perkataan, perbuatan, ketetapan maupun persetujuannya. Para ulama membagi tingkatan hadits  kedalam beberapa golongan. seperti hadits qudsi. hadits mutawatir. hadits shaih. hadits hasan. hadits dhaif dan lain sebagainva.
Selama hal yang kami sebut di atas, ada hal lain yang harus dipahami dalam mempelajari ilmu hadist, yaitu istilah-istilah yang ditetapkan para ulma dalam ilmu hadits. seperti: At Ta Tsiqah, Rawi La Ba'sa Bihi dan lain sebagainya.

B.       Saran
Dari runtutan pembahasan mengenai dasar-dasar ilmu hadits ini kami merekomendaikan beberapa saran yaitu:
1.    Kepada seluruh kaum muslimin untuk terus mendalami sumber hukum umat islam yaitu Al­Quran dan As-sunah.
2.    Mempelajari ilmu hadits dapat dilakukan dengan mencari referensi-referensi yang terkait ataupun bertalaqqie kepada seorang ahli ilmu (`ulama atau Ustadz).













DAFTAR PUSTAKA

shalih Al-Utsaimin,Syeikh Muhammad. 2008. Musthalahul Hadits. Jogjakarta: Media  hidayah
As-Shahh, Dr. Subhi. 2002. Membahas ilmu-ilmu hadits. Jakarta: Pustaka Firdaus.
An-Nawawi, imam. 2001. Dasar-dasar Emu hadits. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Ahmad, H. Muhammad. 1998. Ulumul hadits. Bandung: Pustaka Setia.
Ismail. M. S. 1994. Pengantar ilmu Hadis. Bandung: Angkasa.




[1] Muhammad Ibn Mukarram  Ibn Manzhur. Lisan Al-Arab. Juz II. 1992. Hal 131
[2] M.M. Azami. Studies in Hadits Methodology and Literature. Terj. Meth Kieraha. Jakarta: Lentera 2003. Hal 21-23.

[3]   Endang Soetari. Ilmu Hadis : Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung : Mimbar Pustaka. 2005 Hal 2.

No comments:

Post a Comment